Pada fitrahnya, akal dan kalbu manusia diciptakan untuk menjadikan manusia memahami, mendekati sehingga mencintai Allah secara utuh sebagai manusia. Interaksi antar manusia merupakan sarana untuk melatih hati kita dapat membaca dan merasakan kebenaran Allah. Perasaan cinta kepada Allah semestinya adalah perasaan yang terdalam, karena akal memang diciptakan untuk membuktikan itu. Allah yang Maha Sempurna jelas memberikan petunjuk informasi sedemikian rupa agar kita dapat memahami itu.
Pernah kah kita merasa tidak baik-baik saja saat mendengar orang lain menghina Tuhan kita? atau, kalau mau kita refleksikan pada makhluk, pernahkan kita merasa amarah saat orang tua, pasangan, anak yang kita amat cintai sedang dihina oleh orang lain? sadarkah kita kalau besarnya kadar marah kita, benci kita, itu sama dengan kadar kecintaan kita pada mereka?
Lalu, apabila kita melihat seseorang sebegitu kerasnya membela Tuhan, mengapa kita menjadi jengah? bukankah kedudukan Tuhan pada hati kita semestinya melebihi orang tua, pasangan, anak.. bagaimanapun Allah lah yang menghadirkan orang-orang yang kita sayangi, bagaimana bisa cinta kita tidak besar padaNya?
Dari Umar bin Al Khattab radhiallahu ‘anhu , beliau menuturkan:
ﻗﺪﻡ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺳﺒﻲ، ﻓﺈﺫﺍ ﺍﻣﺮﺃﺓ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﺒﻲ ﻗﺪ ﺗﺤﻠﺐ ﺛﺪﻳﻬﺎ ﺗﺴﻘﻲ، ﺇﺫﺍ ﻭﺟﺪﺕ ﺻﺒﻴﺎً ﻓﻲ
ﺍﻟﺴﺒﻲ ﺃﺧﺬﺗﻪ، ﻓﺄﻟﺼﻘﺘﻪ ﺑﺒﻄﻨﻬﺎ ﻭﺃﺭﺿﻌﺘﻪ، ﻓﻘﺎﻝ ﻟﻨﺎ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : (ﺃﺗﺮﻭﻥ ﻫﺬﻩ ﻃﺎﺭﺣﺔ ﻭﻟﺪﻫﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺎﺭ ). ﻗﻠﻨﺎ: ﻻ، ﻭﻫﻲ ﺗﻘﺪﺭ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﻻ ﺗﻄﺮﺣﻪ، ﻓﻘﺎﻝ: (ﻟﻠﻪ ﺃﺭﺣﻢ ﺑﻌﺒﺎﺩﻩ ﻣﻦ ﻫﺬﻩ ﺑﻮﻟﺪﻫﺎ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada kami,
“Apakah menurut kalian ibu ini akan tega melemparkan anaknya ke dalam kobaran api?”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Sungguh Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya daripada ibu ini kepada anaknya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kedatangan rombongan tawanan perang. Di tengah-tengah rombongan itu ada seorang ibu yang sedang mencari-cari bayinya.
Tatkala dia berhasil menemukan bayinya di antara tawanan itu, maka dia pun memeluknya erat-erat ke tubuhnya dan menyusuinya.
Kami menjawab, “Tidak mungkin, demi Allah. Sementara dia sanggup untuk mencegah bayinya terlempar ke dalamnya.”
Kami menjawab, “Tidak mungkin, demi Allah. Sementara dia sanggup untuk mencegah bayinya terlempar ke dalamnya.”